Posted by 노칼, Released on March 11, 2025
"Itu adalah kesalahan fakta terkait pembenaran untuk pengecualian dari sifat melawan hukum."
Ruangan langsung sunyi.
Melihat ekspresi bingung para mahasiswa, aku sadar bahwa tanpa sengaja aku menggunakan istilah yang masih
melekat dalam ingatanku sejak masa persiapan ujian.
Aku buru-buru menggeleng dan memberikan penjelasan tambahan.
"Dengan kata lain, ada ruang untuk mempertimbangkan ‘kesalahan fakta terkait pembenaran untuk pengecualian dari sifat melawan hukum’."
Baru setelah itu, beberapa mahasiswa mengangguk paham.
‘Kesalahan fakta terkait pembenaran untuk pengecualian dari sifat melawan hukum’ adalah konsep yang muncul cukup awal dalam bagian umum hukum pidana.
Mahasiswa yang rajin belajar sebelumnya pasti sudah membaca bagian awal hukum pidana dan setidaknya pernah mendengar istilah ini.
"Dalam kasus ini, hanya disebutkan bahwa ‘A’ melihat selebaran itu lalu mengunggah isinya ke komunitas sekolah; tidak ada jaminan bahwa isi selebaran tersebut benar. Seperti yang dikatakan mahasiswa Shin Seo-joon, untuk menerapkan Pasal 310, dibutuhkan ‘fakta yang benar’ dan ‘tujuan demi kepentingan umum’."
"...Lanjutkan penjelasannya."
"Jika isi selebaran itu benar, kita bisa menerapkan Pasal 310. Tapi apakah kita bisa langsung menerapkannya jika
ternyata isinya salah? Jika itu bukan ‘fakta yang benar’?"
Aku membuka buku hukum yang kupegang dan membolak-balik halamannya.
Halaman yang kucari bukanlah tentang pencemaran nama baik, yang menjadi isu utama kasus ini, melainkan bagian umum yang jauh lebih awal dalam buku.
"Pasal 13 Undang-Undang Pidana. Kesengajaan."
Mendengar itu, para mahasiswa ikut membuka buku hukum mereka.
"Suatu perbuatan yang dilakukan tanpa mengetahui fakta yang menjadi unsur tindak pidana tidak dapat dipidana."
"...Lalu?"
"Saat awal perkuliahan, profesor mengatakan bahwa yang perlu kita nilai adalah: perbuatan apa, dalam kategori tindak pidana apa, dan sejauh mana harus dikenai hukuman."
Aku menambahkan,
"Hukum pidana modern pada dasarnya menetapkan standar berdasarkan ‘kesengajaan’ dalam melakukan tindak pidana. Suatu perbuatan tanpa kesengajaan tidak dapat dihukum, kecuali ada ketentuan khusus yang mengatur pidana kelalaian. Dan ketika menentukan ‘tindak pidana apa’ yang dilakukan seseorang, kita menilainya berdasarkan niat yang dimilikinya."
Pernyataanku sangat umum.
Ini adalah pengetahuan dasar yang tertulis di halaman pertama buku hukum pidana mana pun dan bahkan tercantum
dalam undang-undang.
Meskipun sudah lama sejak masa persiapan ujianku, akan sangat memalukan jika aku tidak bisa menjelaskan hal mendasar seperti ini.
"Dalam kasus ini, jika isi selebaran itu salah, perbuatan yang A yakini adalah menyatakan fakta yang merugikan reputasi B… tetapi yang sebenarnya terjadi adalah penyebaran informasi palsu yang merugikan reputasi B. Oleh karena itu, kita harus menentukan apakah akan meninjaunya berdasarkan Pasal 307 Ayat 1, yaitu pencemaran nama baik dengan menyatakan fakta, atau Pasal 307 Ayat 2, yaitu pencemaran nama baik dengan menyebarkan informasi palsu."
"Oh," gumaman terdengar di seluruh ruangan.
"Aku sudah menyebutkan bahwa hukum pidana kita menilai suatu tindak pidana berdasarkan kesadaran dan niat, bukan? Jadi meskipun isi selebaran itu salah, karena kesadaran dan niat A adalah menyatakan fakta, maka pasal yang harus diperiksa adalah Pasal 307 Ayat 1. Dengan begitu, pertanyaannya menjadi: apakah kita bisa menerapkan Pasal 310, yang merupakan ketentuan khusus dari Pasal 307 Ayat 1?"
Aku membalik halaman ke Pasal 310.
"Seperti yang kalian lihat, judul di samping Pasal 310 adalah ‘Pembenaran untuk Pengecualian dari Sifat Melawan Hukum’. Kalian semua pasti pernah mendengar tentang konsep ini. Maksudnya adalah bahwa meskipun ada unsur pidana dalam suatu perbuatan, jika ada alasan yang sah untuk melakukan tindakan tersebut, maka perbuatan itu tidak dianggap melawan hukum dan tidak dapat dihukum."
Aku menegaskan sifat dari ketentuan ini.
"Contoh khasnya adalah pembelaan diri terhadap serangan yang melanggar hukum. Dalam kasus Pasal 310, ini adalah bentuk khusus pembenaran yang hanya berlaku untuk pencemaran nama baik, dengan syarat ‘pernyataan fakta’ dan ‘semata-mata untuk kepentingan umum’."
Aku melayangkan pandang ke seluruh kelas.
Tatapan sinis yang sebelumnya tertuju padaku telah lenyap, berganti dengan sorot mata penuh perhatian saat mereka memegang buku hukum dan fokus padaku.
Semua mahasiswa yang bercita-cita masuk sekolah hukum terbaik di Korea sedang mendengarkan penjelasanku…
“Dengan kata lain, keyakinan A bahwa dia sedang ‘menyatakan fakta’ merupakan kesalahan dalam mengasumsikan adanya pembenaran yang sebenarnya tidak ada. Ini bisa dikategorikan sebagai ‘kesalahan fakta terkait pembenaran untuk pengecualian dari sifat melawan hukum’, atau yang sering disebut ‘kesalahan fakta terkait pembenaran’.”
"Hmm. Lalu?"
Jang Yong-hwan mengangkat alisnya, tampak tertarik.
Akhirnya, setelah berputar-putar, aku sampai pada inti pembahasan yang tadi kusebutkan di awal.
Sebenarnya, sampai di titik ini, yang kulakukan hanyalah mengulang materi yang sudah ada dalam catatan.
Shin Seo-joon sudah menunjukkan jalannya.
Sisanya hanya soal membaca judul dan persyaratan pasal yang ada di buku hukum serta menambahkan pengetahuan umum.
Dari sini, aku harus berpura-pura lebih tahu daripada yang sebenarnya, menggembar-gemborkan ingatanku yang samar, dan menyamarkan hal-hal yang sudah kulupakan.
"Pandangan yang dominan dalam akademisi mengenai kasus ‘kesalahan fakta terkait pembenaran’ adalah teori limited responsibility. Namun, dalam praktiknya, putusan-putusan pengadilan tidak sejalan dengan ini."
Pertama, aku memperkenalkan konflik antara teori akademis dan preseden hukum.
"Sebaliknya, pengadilan secara konsisten memutuskan bahwa suatu perbuatan tidak dianggap melawan hukum jika ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kesalahan tersebut. Maka, dalam kasus ini, apakah bisa dikatakan ada ‘alasan yang dapat dibenarkan’?"
Aku menunjuk ke papan tulis, dan pandangan mahasiswa langsung mengikutinya.
"A langsung memposting selebaran yang ia temukan di tanah ke komunitas sekolah tanpa memastikan kebenarannya."
Aku menekankan kata “tanpa memastikan kebenarannya.”
"Mengingat bahwa B adalah kandidat ketua OSIS dan pemilihan sedang berlangsung, ada kemungkinan selebaran itu adalah black campaign dari lawan politiknya. Meski begitu, menganggap isinya benar tanpa penyelidikan lebih lanjut tidak bisa dibenarkan."
Aku berhenti sejenak, lalu menyampaikan kesimpulannya.
"Oleh karena itu, jika selebaran itu benar, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, Pasal 310 berlaku dan perbuatan A tidak bisa dihukum. Namun, jika selebaran itu salah, maka Pasal 310 tidak bisa diterapkan, dan tindakan tersebut akan diproses sebagai pencemaran nama baik dengan menyatakan fakta."